NEWS, TIN — Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD mengakui Indonesia hanya akan maju secara lebih signifikan kalau hukum ditegakkan. Lebih dari separuh persoalan di Indonesia ini dinilainya selesai kalau penegakan hukum beres dan yang lain itu ad hoc.
Mahfud menyampaikan hal tersebut dalam sebuah seminar regional di Universitas Tidar (Untidar) Magelang dalam rangkaian peresmian program studi hukum di perguruan tinggi negeri tersebut.
Menurutnya, sekarang terjadi krisis di berbagai lapangan seperti di bidang ketenagakerjaan, perhubungan, keamanan, dan pendidikan. Banyak pelanggaran terjadi dan setelah diusut, ujungnya korupsi dan korupsi semakin merajalela karena hukumnya tumpul.
“Mengapa hukum itu tumpul? Karena penegaknya tersandera. Banyak penegak hukum sekarang itu tersandera oleh persoalan dirinya sendiri. Misalnya ada hakim mau berbuat baik atau adil itu susah karena dia pernah berbuat tidak adil sehingga saat mau berbuat adil, diteror. Kamu jangan main-main, sekarang mau memutus perkara tidak mau disuap. Padahal, kamu dulu disuap. Kalau sekarang tidak mau disuap lagi, yang dulu saya bongkar’ maka dia tersandera,” katanya.
Selain itu, Mahfud menilai banyak penegak hukum itu dipiara kekuatan-kekuatan hitam sehingga di Indonesia ini penegakan hukum berjalan di tempat. “Tidak maju-maju sejak zaman reformasi, itu kalau kita lihat indeks persepsi korupsi yang dilakukan masyarakat transparasi internasional. Kita sekarang indeks persepsi korupsinya dari nilai 0-10 kita baru 3,6 sehingga kalau sekolah, tidak lulus itu,” katanya.
Itu sebabnya Guru Besar UII Yogyakarta bidang hukum tata negara tersebut menambahkan, jika negara ingin beres, hukumnya harus dibereskan dulu.
Persoalan ekonomi itu sebagian besar ialah persoalan hukum.Misalnya 1% jumlah penduduk Indonesia sekarang ini menguasai 70% lahan di negeri ini. Sementara itu, 99% penduduk lainnya berebut untuk mengelola 30% sisanya.
Di tempat terpisah juru bicara KPK Febri Diansyah menyatakan konsep proses hukum terintegrasi yang diterapkan di KPK jauh lebih efektif dalam memproses kasus korupsi.
Jadi, bila hal tersebut kemudian dipisahkan, tidak lagi dalam satu atap, upaya penegakan hukum dalam kasus korupsi bisa mundur.“Padahal, banyak negara belajar ke KPK terkait dengan konsep proses hukum yang terintegrasi. Mulai dari penyelidikan, penyidikan, hingga penuntutan dalam satu atap, yang jika dilihat lebih jauh ternyata jauh lebih efektif,” terang Febri.
Febri mengatakan sistem itu lebih efektif lantaran pengawalan kasus dilakukan sejak proses penyelidikan.
Disclaimer, naskah ini sebelumnya telah terbit di Media Indonesia (MI).