TARGET TIN -Syahrul Yasin Limpo resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan). Eks Menteri Pertanian ini mengaku akan mengikuti seluruh proses hukum sesuai aturan yang ada.
Setelah ditangkap di sebuah apartemen wilayah Kebayoran Baru Jakarta Selatan, Syahrul Yasin Limpo langsung dibawa ke Gedung KPK, Kamis malam 12 Oktober 2023. Menumpang mobil hitam, mantan Menteri Pertanian tersebut tiba di kantor antirasuah di Kuningan, Jakarta Selatan, pukul 19.17 WIB.
Dilaporkan dari Liputan6.com-Eks Menteri Pertanian di kawal ketat, Oleh Dewan Pakar Partai NasDem tersebut turun dari mobil. Dia mengenakan topi hitam, kemeja putih yang dibalut jaket kulit berwarna cokelat serta tangan terborgol. Tanpa menjawab pertanyaan wartawan, dia langsung dibawa masuk ke dalam gedung untuk menjalani pemeriksaan.
Saat diperiksa, Syahrul Yasin Limpo mengenakan rompi tahanan KPK berwarna oranye, Jumat (13/10/2023). Syahrul dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta berencana akan ditahan di rumah tahanan KPK.
Langkah KPK menangkap Syahrul Yasin Limpo menuai persepsi beragam dari masyarakat. Ada yang menilai tindakan KPK dalam pemberantasan korupsi sudah tepat karena telah menegakkan hukum tanpa pandang bulu. Namun, ada juga yang berpandangan bahwa penangkapan yang dilakukan KPK tidak sesuai aturan yang berlaku.
Hal tersebut dapat ditemui dalam surat perintah penangkapan yang ditandatangani Ketua KPK Firli Bahuri. Berdasarkan surat yang diterima Liputan6.com, surat perintah penangkapan itu berisi narasi pimpinan KPK sebagai penyidik. Padahal dalam UU 19 tahun 2019 tentang KPK, pimpinan KPK bukan lagi sebagai penyidik.
Menurut Ahli Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadja, surat itu bisa dipersoalkan dalam proses praperadilan. Terlebih lagi, dia menilai bisa batal demi hukum.
“Tindakan itu (menandatangani surat perintah penangkapan) merupakan konflik kepentingan paling besar dan nyata dalam sejarah penegakan hukum di Indonesia. Surat itu bisa dipersoalkan di praperadilan, suratnya bisa dibatalkan sebenarnya,” kata dia kepada Liputan6.com, Jumat (13/10/2023 ).
Dia menilai memang para penegak hukum mempunyai kewenangan untuk menyita, menggeledah, menangkap, menahan pelaku kejahatan secara tak terduga. Namun semua itu harus dilakukan sesuai aturan dan etika penegakan hukumnya.
“Artinya penangkapan sebagai bagian dari pemanggilan paksa itu harus dilakukan jika panggilan kedua tidak terpenuhi. Demikian juga jika panggilan sudah dilayangkan, maka seharusnya ditunggu pada kedatangan kedua, kecuali panggilan pertama tidak dipenuhi tanpa alasan yang sah,” ujar dia.
“Jadi menurut saya kewenangan upaya paksa itu sudah dilakukan secara tidak etis karena orangnya bisa dilaporkan kepada Dewas atau komisi etik, atau ke pidana juga. Tapi pekerjaan atau perbuatannya itu bisa diuji di praperadilan,” terang Fickar.
Ia menuturkan, adanya cacat hukum dalam proses penangkapan ini, muncul anggapan bila tindakan KPK tersebut sebagai upaya Firli Bahuri meredam isu pemerasan. Saat ini, Polda Metro Jaya tengah menyelidiki dugaan pemerasan yang dilakukan Firli terhadap Syahrul Yasin Limpo.
Prasangka itu boleh saja. Orangnya sekarang akan diperiksa kasus pemerasan itu tetap jalan, makanya kita tunggu. Kalau sudah ditetapkan sebagai tersangka, dia harus dihentikan sementara. Ini sekarang ini secara etika dia sudah tidak etis, harusnya mundur ya, tapi karena dia tidak punya malu, udah terlanjur, ya udah dia nggak mau mundur,” terang dia.